Senang film perang kolosal? Jika pebisnis menyukai Troy atau Kingdom
of Heaven, pastinya juga kecantol dengan film 300. Dikisahkan dalam
pertempuran Thermopylae 480 SM, konon 300 prajurit Sparta berhasil
menahan 200.000 pasukan elit Persia selama 3 hari. Memang pada akhirnya
sang Raja Leonidas gugur juga bersama 300 prajurit setianya. Namun
pertempuran ini sangat menarik ditinjau dari sisi strategi. Pasukan
Sparta yang berjumlah kecil mampu memanfaatkan keunggulan geografisnya –
yakni celah sempit – untuk menahan gelombang serangan Persia yang
berjumlah besar. Walau berjumlah banyak, keunggulan ini menjadi tak ada
artinya saat melewati celah sempit tersebut. Dengan strategi yang tepat,
si kecil bisa mengalahkan si besar. David bisa mengalahkan Goliath.
Dunia tenis juga punya cerita yang mirip. Brad Gilbert – sang pelatih
dari Andre Agassi, Andy Roddick, dan Andy Murray – pernah jadi juara
Olympiade dan menaklukkan banyak pemain hebat pada jamannya. Sebut saja
nama besar seperti Boris Becker, Pete Sampras ataupun John McEnroe.
Semua pemain ini pernah merasakan tajamnya strategi Brad Gilbert.
Padahal ia-nya sendiri tidak punya forehand yang mematikan, backhand yang tajam atau serve yang menghujam. Steve Jamison – pengamat tenis – pernah berkata: “Brad wins because he outthinks and outplans opponents“. Tidak punya senjata yang hebat, tetapi bisa menang! Menang karena strategi.
Kata strategi berasal dari bahasa Yunani – Strategos – yang berarti
sang jenderal perang. Jadi arti awal strategi adalah bagaimana cara
memenangkan perang. Memang mulanya dipakai di dunia militer. Mulai dari
era Sun Tze, Clausewitz, Napoleon bahkan hingga kini masih digunakan.
Perlu contoh? Pihak Taliban yang menggusung strategi gerilya, sampai
sekarang masih sanggup memusingkan pasukan Nato di Afghanistan.
Mengingat lingkungan bisnis hampir mirip dengan dunia pertempuran, maka mulai banyak istilah strategi militer seperti: defense, attack, guerrilla, flangking
dan lainnya akhirnya dipakai juga di dunia bisnis. Maka keluarlah
kalimat seperti: menaklukkan pasar, menelikung pesaing, membombardir
benak konsumen, menembak target pasar tertentu, membaca strategi lawan
dan seterusnya. Semua kalimat ini diturunkan dari bahasa militer.
Apa ada contoh penerapan strategi militer ke bisnis? Banyak tentunya.
Ambil saja Telkomsel di awal kemunculannya. Saat itu sudah ada pemain
raksasa yang menjadi pemimpin di pasar GSM. Nah Telkomsel menggunakan
strategi “desa mengepung kota”. Awalnya digunakan untuk perang gerilya,
akhirnya menjadi strategi bisnis yang terbukti ampuh. Toyota Dyna juga
menggunakan strategi flanking saat berhadapan dengan Mitsubishi Tiga
Berlian di 1990an. Jangan menyerang langsung, tetapi serang dari
samping! Kalau merasa kuat, boleh langsung menyerang frontal, namun jika
gagal ya langsung hancur lebur seperti Sampo Dimension yang keok saat
melawan Rejoice.
Kalau perusahaan anda kecil, gunakan strategi gerilya. Yang adem ayem
memakainya adalah handphone Cross. Di Jawa Timur, Cross menguasai
pangsa pasar 35 persen. Di Jawa Tengah sekitar 30 persen. Total
nasional, sekitar 20 persen. Inilah cara si kecil agar tetap exist
melawan si besar.
Berapa besar kontribusi strategi terhadap kesuksesan? Ada penelitian
yang menyebutkan 41%. Cukup besar. Tetapi jangan lupakan faktor lainnya
yakni resources (termasuk people) yang ternyata menyumbang prosentase
28% terhadap kesusksesan perusahaan. McKinsey dalam 7S juga menyebutkan
besarnya peranan Strategi dalam pengorganisasian perusahaan.
Paul B. Carroll & Chunka Mui dalam penelitiannya selama 25 tahun –
yang tertuang di Billion Dollar Lessons – menyebutkan bahwa: Penyebab
utama kegagalan perusahaan adalah : misguided strategy (strategy yang salah) , bukannyasloppy execution, poor leadership, atau bad luck. Wow, jadi strategi ini memang benar-benar menjadi darah nya perusahaan jika mau tetap hidup.
Bila ditelisik lebih jauh, strategi dapat dibedah dan dibedakan
menjadi 10 jenis aliran , demikan pendapat Mintzberg di Strategy Safary.
Mulai dari aliran environmental , cognitive, entrepreneurial , power , positioning , cultural , planning , learning (atau emergent) , design , sampai aliran configuration (atau transformation) .
Banyak ya…..namun jangan kawatir. Karena tujuan utama strategi adalah
harus mencapai visi organisasi dan mudah dimengerti pada saat eksekusi.
Tak heran tidak banyak konsep strategi yang sukses di pasar. Strategi
yang terlalu rumit malah menjadi membingungkan saat diaplikasikan ke
level operasional
Strategi yang sukses dipasar selalu punya ciri khas yakni: gampang
dimengerti dan diaplikasikan. Analisa SWOT (bagian dari aliran design)
yang ditemukan Albert Humphrey di tahun 1960-an 1970-an masih tetap
digunakan sampai sekarang karena mudah diaplikasikan! Strategy
Competitive Advantage dan Five Forces –nya Michael Porter (bagian dari
aliran positioningl) sudah ada sejak 1985 dan 1980, namun awet
dipakai hingga kini. Core Competency-nya Prahalad juga masih bertahan
karena kesederhanaanya. Honda dan Walt Disney adalah contoh perusahaan
yang setia menggunakan konsep ini.
Bagaiamana jika salah strategy? Ini yang terjadi pada Mandala Airlines yang salah strategi saat hendak pindah dari strategi value of money
ke strategi harga murah. Toshiba notebook juga salah strategi saat
netbook mulai merambah. Akibatnya pangsa pasarnya terbang disabot oleh
Acer.
Jika gagal, jangan cepat-cepat menyalahkan strategi. Mungkin
eksekusinya juga bermasalah. Bisa saja disebabkan oleh Standard
Operating Prcedure (SOP) nya yang tidak jelas atau bisa juga karena
pelaksananya yang tidak kompeten sebagai the man behind the gun.
Daniel Saputro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar