Dinamika
kompetisi bisnis terus berlangsung nyaris tanpa rehat. Disana setiap organisasi
terus didorong memeras peluh demi pelayanan terbaik kepada pelanggannya. Disana
nyaris tak ada kata maaf bagi perusahaan yang hanya menghasilkan produk
abal-abal; atau memberikan pelayanan yang kering akan inovasi. Disana, setiap
buku sejarah akan mencatat siapa organisasi yang terus bisa mengibarkan
benderanya, dan siapa yang harus mengucapkan salam sayonara.
Dalam
konteks itulah, para pelaku bisnis beruntung lantaran mereka pernah mengenal
sebuah jurus yang bertajuk formula 7S. Sejatinya, skema 7S ini dirajut
pertama kali oleh McKinsey, sebuah lembaga konsultan manajemen paling
prestisius di kolong jagat. Meski diciptakan sekitar 30 tahun silam, formula
ini rasanya masih memiliki relevansi yang kuat dengan dunia bisnis mutakhir.
Dan karena itulah, kita mencoba membincangkannya pada kesempatan kali ini.
Formula 7S
sendiri pada dasarnya merupakan singkatan dari 7 dimensi yang dianggap
merupakan pilar bagi tegaknya sebuah kejayaan bisnis. Mari kita mencoba
menelisiknya satu per satu.
S yang
pertama merujuk pada kata Strategy – atau sebuah elemen vital yang acap
menentukan wajah organisasi bisnis ditengah persaingan yang brutal. Yamaha pada
tahun 2010 ini akan menjadi nomer satu di tanah air lantaran strategi brilian
mereka beberapa tahun silam : yakni ketika mereka menggebrak pasar dengan motor
skutik, jauh mencuri start dibanding Honda yang kini tengah kalang kabut. Aqua
menjadi nomer satu hingga hari ini lantaran strategi mereka yang sangat
dramatis : melakukan inovasi radikal dengan membuat air mineral sebagai minuman
utama – sesuatu yang nyaris dianggap sebagai kegilaan ketika pertama kali
dimunculkan.
S yang kedua
adalah Structure. Duh, berapa diantara kita yang acap frustasi lantaran
bebalnya rantai birokrasi di kantor, atau karena lenyapnya komunikasi produktif
antar bagian/departemen. Ini semua mungkin terjadi karena bentuk struktur
organisasi yang tidak ramping. Atau juga struktur yang terlalu kaku sehingga
menciptakan tembok-tembok pembatas yang kokoh diantara departemen yang ada
dalam organisasi. Pesannya jelas : bentuk struktur yang tidak pas ternyata
diam-diam bisa berdampak sangat destruktif bagi kinerja bisnis.
S yang
ketiga adalah System. Astra menjadi handal lantaran mereka punya sistem
pengembangan SDM yang cemerlang. BCA menjadi terdepan lantaran mereka punya
sistem IT perbankan yang paling pioner diantara yang lainnya. Dan Apple
berkali-kali membuat orang terkesima dengan produknya yang cantik nan eksotis
lantaran mereka punya sistem inovasi yang mempesona. Jadi bagaimana dengan
sistme pada kantor dimana Anda bekerja? Apakah sistem manajemen mutu-nya sudah
oke? Apakah sistem pengembangan SDM-nya sudah prima? Atau apakah sistem IT-nya
sudah ekselen?
S yang
keempat dan kelima adalah Skills dan Staff. Kedua elemen ini saling
berkaitan erat : esensinya adalah bagaimana sebuah perusahaan mesti secara
konstan mengembangkan ketrampilan (skills), sikap kerja dan pengetahuan para
karyawannya. Merujuk pada best practice di Asia, setiap perusahaan sebaiknya
memberikan training minimal 40 jam (5 hari) setiap tahun kepada setiap
karyawannya. Tentu saja pelatihan dan pengembangan skills ini selalu harus juga
disertai dengan skema monitoring yang sistematis; untuk memastikan bahwa skills
itu bisa diaplikasikan buat melejitkan kinerja bisnis.
S yang
keenam dan ketuju adalah Style dan Shared Values. Style merujuk pada
gaya kepemimpinan (leadership style) yang ada dalam organisasi. Sementara
shared values adalah nilai budaya kerja yang hidup ditengah organisasi
tersebut. Kedua elemen ini biasanya saling berkelindan. Gaya kepemimpinan dari
top management (terutama owner) yang visioner cenderung akan menghasilkan
budaya organisasi yang visoner pula.
Kedua elemen
tersebut memiliki peran yang amat penting bagi kinerja bisnis. Kepemimpinan
yang tangguh pada semua lini, dan terutama pada jajaran top management, akan
memberikan dampak yang dramatis bagi peningkatan kinerja bisnis. Kepemimpinan
yang tangguh ini juga diharapkan akan memberikan kontribusi penting bagi tumbuh
dan mekarnya budaya organisasi yang berorierntasi pada prestasi atau performance-based
culture. Dan bukan budaya kerja yang saling menyalahkan, budaya kerja
dengan mutu pas-pasan, atau budaya kerja yang miskin kreativitas.
Yodhia Antariksa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar