HORENSO
adalah suatu akronim dari bahasa Jepang yang dibentuk dari tiga kata, yaitu HOUKOKU,
RENRAKU dan SOUDAN. Dalam bahasa Inggris, kata-kata tersebut
diterjemahkan menjadi Report, Contact/Information, dan Consult.
Jadi dalam bahasa Indonesia bisa diartikan Laporan, Informasi dan Konsultasi.
Horenso diciptakan dan dipergunakan pertama
kali di lingkungan pabrik-pabrik di Jepang. Tujuannya adalah untuk menciptakan
lingkungan kerja di mana segala informasi tersampaikan dengan cepat dan benar,
serta setiap kemajuan suatu aktivitas bisa diketahui oleh banyak orang karena
adanya laporan yang intens. Sampai saat ini hampir seluruh pabrik Jepang masih
menerapkan prinsip tsb, termasuk di Indonesia.
Latar
belakang adanya Horenso adalah bahwa berdasarkan hukum Heinrich,
di dalam satu kecelakaan atau problem, di belakangnya ada 29 kecelakaan kecil
yang terjadi atau mengikuti. Dan di belakang itu ada 300 sesuatu yang
menyebabkan atau turut menyumbang terjadinya kecelakaan. Sesuatu itu biasanya
adalah human error atau kesalahan manusia. Penyebab human error
ada 2, yaitu lupa dan tidak mengerti atau salah mengerti. Untuk mengatasinya
diperlukan suatu pola komunikasi yang intensif, sehingga lahirlah Horenso.
Pada
prakteknya Houkoku adalah pelaporan kemajuan suatu aktivitas atau tugas
yang diberikan. Ada 3 poin utama yang ditekankan dalam Houkoku, yaitu
fakta, metode, dan tujuan. Apa fakta dari suatu aktivitas, kenapa harus
dilakukan demikian dengan metode atau teknik bagaimana untuk mencapai suatu
tujuan.
Fakta menekankan pada 5W+2H (what, who, when, where, why, how, how
much/many) dan TPO (time, place, organization). Artinya pada saat
kita melaporkan progress kegiatan atau tugas yang diberikan, kita harus
sudah siap dengan semua aspek tersebut (5W+2H), serta selalu dilaporkan
pada TPO yang tepat. Maksudnya waktunya tepat, tempatnya tepat, dan
kepada bagian atau organisasi yang tepat.
Budaya Jepang lebih mementingkan progress
daripada result. Ini sangat berbeda dengan budaya barat yang kental
dengan nuansa result oriented. Jadi bila kita diberi tugas, jangan lupa
untuk selalu memberi laporan progress. Atasan kita yang orang Jepang akan
merasa senang bila diberi tahu kemajuan setiap aktivitas sekecil apapun, karena
mereka merasa dilibatkan dan bisa menjaga komunikasi dengan baik bersama
bawahannya.
Renraku atau kontak adalah kontak dengan rekan kerja lintas
departemen mengenai pekerjaan yang sedang kita tangani. Yah, lintas departemen,
bahkan ke departemen yang kita pikir tidak ada hubungannya dengan kegiatan
kita. Tapi itulah yang diharapkan para bos Jepang kita. Progress pekerjaan
kita sebaiknya diinformasikan ke departemen lain.
Siapa tahu ada yang bisa
memberi ide tambahan agar hasilnya menjadi lebih baik. Jadi jangan heran
apabila pekerjaan bagian akunting juga diminta diinformasikan ke bagian
produksi misalnya. Ingat, bahwa orang Jepang sangat mengagungkan kehormatan
diri. Angka bunuh diri di Jepang sebagai negara maju cukup besar. Kebanyakan
disebabkan karena harga diri.
Jadi suatu kesalahan fatal di suatu pabrik adalah
kesalahan semua elemen yang ada di pabrik itu. Misalnya kesalahan produksi di
mana seharusnya memproduksi produk A, tetapi menghasilkan produk B. Jangan
heran bila tiba-tiba bagian personalia ikut kebagian getahnya. Disitulah fungsi
dari Renraku, di mana kita diminta sering melakukan kontak dengan teman
sejawat.
Soudan adalah konsultasi antara kita dengan atasan kita,
terutama bila kita menemui masalah di dalam pekerjaan kita. Apapun kesalahan
itu bahkan meskipun baru berpotensi salah, kita diminta untuk sering
berkonsultasi. Seringkali teman-teman saya di pabrik Jepang mengatakan bahwa
orang Jepang terlalu ”kecil”. Semua hal kecil mau tahu dan harus dilaporkan.
Bukankah semestinya mereka, yang nota bene menduduki posisi atas, memikirkan
hal-hal lain yang lebih luas jangkauannya? Tetapi itulah cara mereka untuk
”mendidik” bawahannya.
Mereka ingin tahu semua yang kita lakukan. Saya pernah
punya bos Jepang yang meminta saya menuliskan rencana kerja setiap jam.
Bayangkan, betapa pusingnya saya. Waktu yang seharusnya bisa dipakai bekerja
dan menghasilkan sesuatu, malah habis untuk memikirkan rencana kerja.
Ada hal
penting dalam melakukan Soudan, di mana sebelum kita maju ke atasan,
kita diminta sudah mempunyai ide yang akan dilakukan. Konsultasi dalam Soudan
lebih ke arah diskusi ide dasar kita untuk kemudian ”diperbagus” oleh atasan
sebelum dilaksanakan (baca: sebelum nasi menjadi bubur). Jangan pernah
mengharapkan atasan akan langsung memberi solusi terhadap kesulitan kita,
karena itu bukan budaya mereka.
Itulah
prinsip HORENSO yang dijalankan di pabrik-pabrik Jepang dan seringkali
tidak mulus karena perbedaan budaya yang tidak mudah. Berikut ini penyebab-penyebab
mengapa Horenso tidak berjalan mulus:
- difference of understanding
- difficult of timing
- “I don’t want to be scolded.”
- “I don’t want to be interrupted!”
Semuanya
kembali kepada kita. Suka atau tidak suka itulah prinsip yang sudah tertanam di
bos-bos Jepang kita. Ada teman yang mengatakan bahwa untuk cepat sukses
berkarir dalam perusahaan Jepang, kita harus bisa bahasa Jepang dan mengerti
budaya mereka. Saya tidak meminta Anda belajar bahasa Jepang, tetapi seperti
saya kutip dari kata-kata orang Jepang sendiri, bahwa Horenso adalah
kunci sukses dalam berkarir.
Bahkan ada suatu teori psikologi yang mengatakan
bahwa hidden ability dalam seseorang bisa terungkap dengan terjalinnya
komunikasi yang baik. Itu juga yang membuat orang Jepang berpikir bahwa tidak
ada orang yang bodoh. Seperti kata Konosuke Matsushita bahwa orang itu
seperti intan, semakin diasah akan semakin berharga. Jadi, siapkah kita dengan HORENSO
?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar