Hanya mereka yang bertindak dengan sikap mental positif
yang dapat menjadi pimpinan. (Napoleon Hill)
Team kerja yang produktif merupakan
kata kunci dalam rangka mengoptimalkan kinerja. Tujuan sasaran, target atau
apalah namanya hanya akan tinggal sebagai obsesi bila team kerjanya tidak
produktif. Ketika Media Massa memberitakan tentang resuffle kabinet, kita
menjadi salah satu indikator bahwa kabiner kita belum menjadi team kerja yang
tangguh. Padahal masalah yang sedang dan akan dihadapi semakin semakin berat.
Kadang salah satu menteri mengeluarkan pernyataan yang tidak sejalan dengan
pernyataan menteri lainnya, padahal jika ditinjau dari ruang lingkup tugasnya
justru mereka harus saling berkoordinasi dan menunjang dalam pelaksanaan suatu
kebijakan. Mereka anggota kabinet. Mereka anggota team kerja. Mereka harus
mampu menunjukkan kompetensi dan konstribusinya yang nyata dalam team kerja.
Tidak saling menunggu dan kurang berani berinisiatif. Kalau tidak kapan kita
bisa keluar dan bangkit dari krisis ekonomi yang berkepanjangan ini.
Dilain
pihak dikalangan masyarakat sendiri masih terjadi berbagai pertikaian dan
kerusuhan yang hingga kini belum tersolusi dengan tuntas. Seperti yang terjadi
di Ambon. Berbagai pertikaian yang berbau SARA dan primordial tersebut
disebabkan rendahnya tingkat kesadaran untuk bekerjasama dan tingginya tingkat
kecurigaan diantara komponen-komponen masyarakat. Kondisi inilah yang menjadi
lahan subur bagi para provokator yang senang bermain di air keruh.
Menurut
hemat penulis terhadap masalah tersebut bahwa akar persoalannya bukanlah
terletak pada rendahnya kompetensi mereka. Benar bahwa mereka masih perlu
meningkatkan kompetensinya agar dapat memberikan konstribusinya yang optimal
pada team. Tapi sebenarnya kompetensi personal hanyalah merupakan salah satu
syarat agar team kerja handal. Pokok persoalannya adalah bahwa karena rendahnya
kemampuan manajerial pimpinan untuk menciptakan dan memelihara team kerja yang
solid. Karena itu, apapun kinerja yang ditargetkan pimpinan tidak tercapai.
Bisa jadi bawahan selalu berpresepsi jika mereka sudah bekerja, itu sudah
cukup. Atau mereka menggangap bahwa mereka dieksploitasi demi ambisi pimpinan.
Oleh Karena itu sebuah team yang terdiri dari orang-orang yang kompeten saja
belum merupakan jaminan bahwa team kerja bisa memberikan konstribusi yang
optimal dalam kinerja.
Namun kadang yang personelnya tidak begitu kompeten
namun mampu memberikan konstribusi yang baik bagi team kerja. Dengan demikian
penanganan yang serius mutlak dilaksanakan. Penanganan masalah secara tuntas
harus dilakukan ke akar permasalahan yaitu rendahnya kemampuan manajerial
jajaran team leader atau bawahan dalam organisasi tersebut.
Apakah kemampuan
manajerial itu ?
Dalam
dunia kerja yang sangat kompleks sekarang ini, orang tidak dapat bekerja
sendiri-sendiri sebagai single fighter, tapi saling bergantung satu sama lain
untuk mencapai kesuksesan. Kondisi interpendensi ini membuat kemampuan
manajerial seorang team leader di tempat kerja menjadi bertambah penting. Trend
teori-teori manajemen modernpun juga mengarah kesana.
Kemampuan
manajerial adalah kemampuan untuk mengatur, mengkoordinasikan dan menggerakkan
para bawahan kearah pencapaian tujuan yang telah ditentukan organisasi, tak
soal apakah organisasi itu kecil atau besar. Dalam organisasi yang besar,
kesempatan manajer untuk mengadakan kontak dengan seluruh bawahan relatif kecil
sekali. Lebih-lebih dalam organisasi yang besar ruang lingkup operasinya
nasional atau internasional. Dengan demikian. Kegiatan mengintegrasikan,
mengkoordonasikan dan menggerakkan para bawahan oleh team leader sebagai
manajer puncak dilakukan melalui pendelegasian wewenang kepada manajer menengah
dan manejer pengawas.
Kemampuan
manejerial itu sendiri adalah sesuatu yang tidak given. Kemampuan itu lahir
dari suatu proses yang panjangnya yang terjadi secara berlahan-lahan melalui
proses pengamatan dan belajar. Bukti dari kemampuan manajerial adalah sejauh
mana team kerja mereka mampu berkinerja secara optimal. Dalam hal ini team
leader pimpinan di semua tingkatan haruslah mampu menunjukkan bahwa mereka
sanggup dekat secara emosional pada bawahan sehingga bawahan memberikan dukungan
dengan komitmen yang kuat pada team kerjanya.
Adanya
kinerja manajerial yang dihasilkan merupakan bukti bahwa mereka mampu memahami
secara jelas kinerja yang diharapkan dari kegiatan mereka. Kinerja tentu yang
diharapkan dari manajer akan menentukan peran yang disandang oleh team leader.
Kinerja dan peran yang diharapkan dari team leader akan menentukan bakat dan
kemampuan apa yang diperlukan untuk mewujudkan kinerja memalui peran yang
dimiliki oleh team leader tentang peran mereka yang tidak akan menghasilkan
kinerja tertentu yang diharapkan dari mereka, jika tidak disertai dengan usaha
keras mereka.
Penyebab rendahnya
kemampuan manajerial.
Sekarang
marilah kita perhatikan lingkungan kerja kita masing-masing. Apakah anda berada
dalam team kerja dimana team leader anda punya kemampuan manajerial yang
memadahi ? Jika tidak, apa yang akan terjadi sebaliknya ? Ada beberapa gejala
(symptom) yang dapat mengidentifikasikan rendahnya kemampuan manajerial team
leader anda, antara lain : rendahnya inisiatif bawahan, banyaknya desas-desus,
kurangnya antusiasme bawahan terhadap penugasan baru, ketidakmampuan orang
untuk mengambil keputusan atau adanya proses pengambilan keputusan yang
panjang, rendahnya partisipasi dalam pertemuan formal, ketakutan dan sikap
defensif yang berlebihan.
Nah,
bila anda menjumpai beberapa gejala di atas, itu pertanda bahwa kemampuan
manajerial team leader anda yang sedang menjadi masalah dalam team kerja anda.
Untuk dapat menyelesaikannya secara tuntas kita perlu menggali apa yang menjadi
penyebab rendahnya kemampuan manajerial di dalam suatu team kerja.
Dalam
team kerja pada umumnya, tidak jarang kita jumpai team leader yang tidak
menghasilkan kinerja optimal bagi team yang dipimpinnya. Timbul pertanyaan,
Sebenarnya kinerja macam apakah yang diharapkan dari seorang team leader ?
Banyak penyebab yang menjadi team leader tidak menghasilkan kinerja bagi team
yang dipimpinnya.
1. Kemungkinan
Team Leader tidak memahami kinerja yang diharapkan dari posisinya sebagai
seorang pimpinan team kerja.
2. Kemungkinan
Team Leader tidak memahami peran manajerial yang disandangnya.
3. Kemungkinan
Team Leader tidak mempunyai manajerial skill yang diperlukan untuk menghasilkan
kinerja manajerial yang ditargetkan.
4. Kemungkinan
Team Leader tidak memiliki semangat untuk mengfokuskan dan mendorong
aktivitasnya dalam menghasilkan kinerja manajerial.
Bagaimana
mengoptimalkan kinerja ?
Menurut
hasil pengamatan para praktisi manajemen, faktor yang menstimulasi bawahan
untuk berprestasi bukan hanya imbalan yang besar saja, tetapi ada faktor-faktor
lain yang lebih penting dari itu. Paling tidak, ada 10 (sepuluh) faktor yang
diingini bawahan untuk meningkatkan kinerja mereka antara lain :
1. Pekerjaan
yang menarik
Team Leader hendaknya mampu
meyakinkan bawahannya bahwa pekerjaannya sangat menarik. Suatu pekerjaan
dikatakan menarik bila orang yang mengerjakannya senang dalam melakukannya.
Berawal dari rasa senang itu pula diharapkan dapat meningkatkan mutu suatu
hasil kerja. Juga tak kalah pentingnya agar pimpinan bisa mengetahui jenis
pekerjaan yang cocok dan disenangi bawahannya.
2. Kesejakteraan
yang memedahi
Team Leader harus bisa
membuktikan bahwa dia mampu menentukan dan memberikan kesejahteraan yang wajar
pada bawahannya secara obyektif. Ini penting dalam membangkitkan dan memelihara
gairah kerja yang baik.
3. Keamanan
dan perlindungan dalam pekerjaan
Team Leader hendaknya mampu
memberikan pengarahan atau training yang memadahi sebelum suatu pekerjaan
dilakukan. Dengan demikian bisa mengurangi rasa kuatir bila gagal dalam
melakukan pekerjaan itu, sehingga terlalu hati-hati. Karena terlalu
berhati-hati akibatnya akan sama bila kita tidak berhati-hati.
4. Penghayatan
atas maksud dan makna pekerjaan
Team Leader mampu membimbing
bawahannya agar dapat menghayati atas maksud dan makna pekerjaan. Dengan begitu
dia akan tahu kegunaan dari pekerjaannya. Bila dia telah tahu betapa sangat
pentingnya pekerjaan itu, maka dalam mengerjakan pekerjaan itu, dia akan lebih
meningkatkan kinerjanya.
5. Suasana
atau lingkungan kerja yang baik
Pimpinan mengetahui bagaimana
agar membuat tempat kerja tenang dan hubungan personal yang harmonis. Dari
lingkungan kerja yang baik itu diharapkan akan mampu membawa pengaruh yang baik
pula dari semua pihak baik dari bawahan, Team Leader ataupun dari hasil
pekerjaannya.
6. Promosi
dan perkembangan diri mereka sejalan dengan kompetensi dan konstribusi
Seorang bawahan akan merasa
bangga bila team kerjanya meraih kemajuan dalam kinerjanya. Lebih-lebih lagi
bila promosi dan perkembangan diri mereka dihargai secara fair berdasarkan pada
kompetensi dan kontribusinya. Dengan kebanggaan itu pula dia akan selalu
menjaga prestasi dan citra team kerjanya.
7. Merasa
terlibat dalam kegiatan-kegiatan team kerja
Sense of belonging bawahan
terhadap team kerjanya harus senantiasa ditumbuh kembangkan melalui
keterlibatan yang aktif dan tulus. Dengan demikian bawahan akan merasa bahwa
dirinya benar-benar dibutuhkan dalam team kerjanya. Dengan timbulnya kecintaan
dalam dirinya terhadap team kerjanya, maka ia akan selalu termotivasi untuk
meningkatkan kinerjanya.
8. Pengertian
dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi
Seorang Team Leader harus mampu
menjalin hubungan emosional dengan sikap dan prilakunya yang bijaksana terhadap
bawahan. Jika diperlukan dengan batas-batas tertentu dia akan memperhatikan
bawahannya sampai pada urusan pribadinya tanpa mengesankan turut campur. Dengan
demikian hubungan kerja tidak terbatas pada pendekatan formal legalistik, namun
juga mempunyai pendekatan kekeluargaan atau dari hati kehati antara Team Leader
dan bawahannya.
9. Kesetiaan
Team Leader pada bawahan
Tidak hanya bawahan yang perlu
memberikan loyalitas pada pimpinan, namun penting juga sebaliknya. Loyalitas
demikian akan menajdi dasar rasa kepercayaan bawahan terhadap team leadernya,
sehingga mau memberikan dukungan yang penuh terhadap aktivitas team kerjanya.
Hal ini dapat juga mendatangkan wibawa terhadap atasan.
Apabila jika dia
sanggup menyampaikan realita secara arif dan bijaksana. Tidak mengobral
janji-janji kosong hanya untuk meningkatkan kinerja sesaat yang berbuntut pada
rasa kesal pada diri bawahan, hingga bawahan berpendapat dia bukan team leader
yang pantas dipercaya dan didukungnya.
10. Disiplin kerja
Penerapan disiplin kerja dengan
pendekatan legalitas formal hendaknya diminimasi sekecil mungkin. Team Leader
yang hanya berbicara tentang sangsi atau hukuman dalam membenahi bawahannya
hanya akan memberikan indikasi ketidakmampuan memimpin. Hal demikian juga tidak
selalu efektif. Adalah sudah menjadi sifat manusia yang biasanya berego tinggi,
sehingga pendekatan diatas akan sering menstimulasi bawahan untuk bersikap
defensif dan boleh jadu akan membalas tindakan itu dengan diam-diam menurunkan
kinerjanya dalam team dengan mengurangi keterlibatan dan dukungan terhadap team
kerjanya.
Strategi
Pelaksanaan
Paling
tidak ada tiga tahap dalam menerapkan teknik modifikasi perilaku pada suatu
lingkungan team kerja agar kinerja bawahan dalam team kerja meningkat. Tiga
tahapan itu adalah :
1. Pengukuran
Kinerja (Performance Measurement)
Agar peningkatan kinerja team
leader dan bawahan bisa dinilai dan dipantau tingkat keberhasilannya, maka
usaha pengukuran atas setiap pengeluaran menjadi relevan untuk dilakukan.
Pengukuran kinerja yang selalu ap to date dengan kebutuhan team kerja
diharapkan dapat menajdi landasan dasar untuk mempertahankan dan meningkatkan
prestasi dimasa depan.
Hal ini penting agar masalah prestasi tidak terabaikan
dan tidak terevaluasi atau bahkan tidak begitu dianggap penting, namun
sebaliknya agar bisa menjadi lebih obyektif diidentifikasi guna dijadikan
pertimbangan dalam pemberian penghargaan atau imbalan.
2. Sistem
Umpan Balik
Adanya sistem umpan yang baik
dan efektif dalam team kerja akan sangat baik manfaatnya, baik bagi team leader
maupun bagi bawahan. Dengan adanya sistem dimaksud baik team leader maupun
bawahan mendapat masukan-masukan dan memberikan respon berupa perbaikan
prestasi kerja. Kelemahan dalam aspek tersebut bisa mengakibatkan kegagalan
dalam mengidentifikasi mutu keluaran, tidak berhasil menyediakan informasi
aktual serta sulit dalam membuat rencana jangka panjang.
3. Peneguhan
Positif (Positive Reinforcement)
Peneguhan Posistif harus
langsung dan spesifik bila ditujukan kepada bawahan. Coba bayangkan seandainya
team leader menegur anda sebagai bawahan sambil marah-marah tanpa bawahan mengetahui
penyebabnya. Manfaat peneguhan positif adalah dapat mengubah perilaku bawahan
dengan cara membiarkan bawahan untuk belajar secara individual dan mengalami
keberhasilan psikologis. Betapa bahagianya jika mampu mencapai kinerja yang
ditargetkan dan mendapat imbalan atas perbaikan kinerja, baik itu berupa
pujian, pengalaman ataupun berupa intensif financial.
Hukuman kepada bawahan yang
kurang berprestasi hendaknya dijadikan pilihan terakhir. Hal ini perlu
diperhatikan karena pembentukan prilaku bawahan dalam kenyataannya akan lebih
efektif melalui penghargaan, betapapun kecilnya hasil peningkatan prestasinya.
(Drs. Supadi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar