Jangan Terapkan Program Cost Reduction!

Paradoks yang paling menarik adalah mengenai cost-reduction. Plant Manager di setiap industri umumnya memiliki misi menurunkan biaya produksi, atau setidaknya menjaga agar biaya produksi tetap rendah. Sayangnya, untuk menurunkan biaya, banyak perusahaan menerapkan sebuah program cost-reduction.

Menurut pakar Lean, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi jika sebuah perusahaan menerapkan program cost reduction. Keduanya akan terjadi secara berurutan. Kemungkinan pertama, mereka berhasil menurunkan biaya. Namun setelahnya, akan terjadi hal kedua: setelah semua biaya berhasil diturunkan dan perusahaan menikmati hasilnya, biaya-biaya yang sebelumnya telah berhasil diturunkan berangsur-angsur kembali muncul. Biasanya dengan jumlah yang lebih besar.

Perusahaan kemungkinan akan mencari “kambing hitam” atas kegagalan programnya, misalnya fluktuasi harga pasar, masalah dengan supplier, dan sebagainya. Namun sebetulnya bukan alasan yang seharusnya dikemukakan, melainkan suatu tindakan yang bisa mengantisipasi kenaikan tajam tersebut.

Mungkin ada baiknya mengikuti saran berikut: jika Anda ingin mereduksi biaya, jangan fokus kepada penurunan biaya. Jangan terapkan program cost reduction!

Inisiatif Lean ala Taiichi Ohno

Jika kita tidak boleh menerapkan “program cost-reduction”, lantas apa yang bisa dilakukan sebagai upaya penurunan biaya produksi dan operasional?

Mudah. Terapkan inisiatif Lean. Pastikan Lean yang diterapkan adalah yang benar-benar semodel dengan Lean ala Taiichi Ohno.

Mungkin kini Anda sedikit dibingungkan dengan istilah Lean ala Taiichi Ohno ini. Sebenarnya ini adalah metode Lean yang sama, hanya lebih menekankan kepada prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh penciptanya, yaitu Taiichi Ohno. Ada tiga kutipan Ohno yang benar-benar menggambarkan esensi dan semangat dari Toyota Production System dan juga Lean Manufacturing. Tiga kutipan tersebut adalah:

“Membentuk flow adalah persyaratan dasarnya.”

“Yang kami lakukan adalah selalu fokus kepada time line… dan kami menghemat waktu dengan cara menghilangkan non-value add yang merupakan pemborosan atau waste.”

“Setelah berakhirnya Perang Dunia II, kami hanya berkonsentrasi untuk memproduksi barang dengan kualitas tinggi. Setelah tahun 1955, fokus berubah menjadi bagaimana memproduksi barang dalam jumlah yang dibutuhkan.”

Flow, Lead Time dan Kualitas

Ketika ada yang bertanya mengenai bagaimana menerapkan program Lean yang baik, pakar Lean dan penulis buku “How to Implement Lean Manufacturing”,  Lonnie Wilson, akan mengajukan tiga pertanyaan kepada orang tersebut. Tiga pertanyaan tersebut adalah:
  1. Apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan aliran (flow) yang stabil pada takt time?
  2. Apa yang harus dilakukan untuk mengurangi lead time?
  3. Apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas?
Anda bisa lihat, dari daftar pertanyaan tersebut, tidak ada pertanyaan yang berkaitan dengan:
Biaya (bukan berarti masalah biaya tidak penting)
Efisiensi (bukan berarti masalah efisiensi tidak penting)

Pertanyaannya hanya mengenai flow, lead time dan kualitas. Jika ketiganya bisa selalu diperbaiki dan ditingkatkan, segala aspek lainnya akan ikut meningkat dengan sendirinya. Termasuk masalah penurunan biaya dan efisiensi. Yang paling penting adalah memperhatikan dan fokus kepada cara-cara menghilangkan waste. Misalnya,  perusahaan dapat dengan rutin mengadakan aktifitas Kaizen sederhana pada level operator. Cara ini juga efektif dalam usaha peningkatan keterlibatan karyawan dalam program improvement.

Seluruh fokus terpusat kepada “menciptakan aliran yang stabil pada takt dan mengurangi lead time”. Seiring dengan makin stabilnya dan makin baiknya proses, maka penghematan biaya akan terjadi dengan sendirinya. Perusahaan tersebut mengklaim mereka mendapatkan keuntungan yang luar biasa.
Namun kita bisa menemukan pernyataan Ohno yang mengatakan “Semua ini adalah tentang cost-reduction“, sehingga menimbulkan banyak kesalahan paradigma. Orang menilai bahwa yang perlu dilakukan adalah fokus kepada cost-reduction. Terlebih lagi, banyak terjadi kekurangan dalam penerapan Lean Six Sigma sendiri, dimana efisiensi hanya tercipta di sebagian kecil lini produksi lokal, dengan impact yang hanya terjadi di beberapa titik kecil saja. Karena itulah program-program perbaikan seringkali melempem.

Dari pembahasan ini, kita dapat melihat bahwa ide-ide cost-reduction tidak tepat jika bersanding dengan paradigma Ohno, yaitu “menghilangkan non-value add waste”. Metode yang digunakan Ohno sendiri bukanlah metode yang fokus kepada pengurangan biaya, namun lebih kepada perbaikan flow, mengurangi lead time, sambil terus-menerus mempertahankan standar kualitas sangat tinggi pada outputnya.

Kita juga bisa melihat, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi biaya. Namun tidak semuanya berada dalam payung Lean.  Misalnya, Anda bisa menekan supplier Anda untuk mendapatkan harga spare part termurah, atau Anda bisa terapkan ide-ide penghematan seperti mencari pelumas yang lebih murah untuk mesin-mesin, atau Anda bisa juga mem-PHK sekelompok orang untuk mengurangi biaya karyawan, silakan lakukan. Walaupun semua jalan itu mengarah kepada “cost reduction”,  namun jangan anggap  semuac ara tersebut sebagai Lean.

Namun jika Anda ingin membuat perusahaan terus mengalami perbaikan dan membuatnya lebih profitable, bersamaan juga sebagai sebuah tempat kerja yang aman dan kondusif, maka letakkan fokus Anda kepada hal-hal berikut ini:

Produk yang berkualitas tinggi, yang dibuat dengan proses yang memiliki aliran stabil pada takt, dengan lead time yang rendah.

Dengan itu, Anda bisa memulai inisiatif Lean. Hasilnya? Anda akan dapat mengurangi banyak biaya (seperti yang diharapkan), juga memperbaiki kualitas output, memperbaiki uptime, memperkecil employee turnover, meningkatkan moral karyawan, mendorong keterlibatan karyawan dalam keseluruhan program perbaikan, dan banyak keuntungan lain yang bisa dinikmati perusahaan. Dengan demikian, operational excellence di perusahaan akan sangat mungkin dicapai.

Seluruh kutipan Taiichi Ohno diambil dari “Toyota Production System, Beyond Large Scale Production“, Productivity Press, 1988.

Referensi: IndustryWeek.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar