Kita sebagai pelanggan dari produk dan jasa berbagai korporasi besar
sangat merasakan arogansi tersebut. Padahal kita yang beli dan guna
produk – jasa mereka, tapi kok kita yang dijutekin, dirugikan bahkan
sampai taraf dipecat sebagai pelanggan! Aneh tapi nyata saudara heuheu.
Saya tidak perlu sebutlah merek barang dan jasanya. Banyak banget. Dari
mulai terbujuk rayu oleh tarif murah paket seluler. Kemudian tidak lama
nyadar sudah ditipu mentah – mentah. Bahkan setelah habis pulsa kita
tanpa dipakai semestinya, kita pun diancam dipecat sebagai user jika
tidak memperpanjang kuota atau isi pulsa lagi, hadeeuh.
Cukuup, saya tidak sedang membuka aduan pelanggan. Saya sengaja tulis
ini bukan untuk menyenangkan hati pelanggan. Ini saya peruntukan agar
perusahaan yang kegiatan bisnisnya adalah melayani pelanggan mengetahui
dan mengenali ketika bisnisnya sudah mulai arogan dan terancam untuk
ditinggal pelanggan. Mau cuek bebek? Enak kompetitor dong ah. Karena
kita pertahankan arogansi, bisnis jadi tidak berkembang karena kurang
pemasukan akibat ditinggal pelanggan.
1. Persepsi Keliru terhadap pelanggan
Kenapa sih bisa jadi arogan? Biasanya dimulai dari persepsi yang keliru
dalam menilai pelanggan. Kenapa bisa keliru? Karena ternyata, bisnis itu
sendiri sudah keliru menilai jati dirinya sendiri. Banyak kita
mendengar cerita keluhan marketer tentang pelanggannya yang “bebal”
karena susah di prospek. Ya iyalah, waktu prospek yang diceritain melulu
tentang apa yang kita punya, bukannya apa yang pelanggan mau dan
butuhkan.
2. Manajemen Cemen
Bagi kita yang suka mengamati dinamika bisnis di tanah air, tentu akan
maklum bahwa tidak semua bisnis besar tercipta karena prolehan yang
besar. Bisa jadi dapat investor besar atau pinjaman konsorsium bank
dengan nilai yang bueessaar. Gedungnya keren, produknya mentereng tapi
manajemen dan pelayanan konsumen cemen.
3. Nasib Pelanggan untuk “diatur?”
Ngemeng – ngemeng manajemen cemen, ajak ngobrol aja soal pelanggan.
Nanti kita akan tahu sejauh mana kadar kedalaman pemahaman soal
pelanggan. Biasanya nih, manajemen cemen ini akan beranggapan bahwa
pelanggan itu kalah pintar, pelanggan itu tidak tahu yang terbaik,
pelanggan itu nunut saja karena tidak pandai ambil keputusan.
3. Pelanggan dipecat karena tidak bisa diatur
Tapi disisi lain justru mereka sebenarnya frustasi menghadapi beberapa
tipikal pelanggan, seperti yang banyak kompalin, cerewet, banyak
pertimbangan, dsb. Alih – alih mau di rayu tuntas malah di lepas dari
list daftar pelanggan potensial.
4. Tidak memahami Bahasa pelanggan
Manajemen yang cemen akan sibuk dengan atribut, branding dan terminologi
sendiri dalam pengenalan produk atau jasa nya. Pelanggan dibuat
berpikir lebih lama, cape dan akhirnya bosen, meninggalkan kita dan
memilih yang lain. Kreativitas diperlukan untuk mampu menyampaikan
keunggulan bisnis kita dengan bahasa pelanggan kita. Gunakan strategi
komunikasi dengan sering menggunakan analogi dan kiasan bahasa yang
sering dipakai sehari - hari atau yang dipahami dalam setiap profesi
pelanggan.
5. Kenali & Respek Terhadap Pelanggan
Kita menjual karena yakin akan nilai tambah suatu produk atau pelayanan.
Terjual artinya ada pihak yang menghargai nilai tambah tersebut. Jadi
kenapa tidak kita duluan yang berinisiatif untuk menghargai nilai tambah
calon pembeli / pelanggan. Kita hargai bahwa dibidangnya masing –
masing pelanggan – pelanggan kita adalah orang – orang pintar, spesial
dan berprestasi di dunia kerja nya. Orang – orang yang punya selera,
dsb.
Memang iya, product knowledge kita yang lebih tahu dari pelanggan, tapi
ketika mereka mengambl keputusan untuk memakai jasa kita atau produk
kita, berarti mereka tahu pilihan terbaik. Mereka para pelanggan pantas
kita apresiasi. Dari approaching kita hingga urusan customer care nanti,
terlihat jika perusahaan sangat mengenali kesitimewaan pelanggan. Kalau
pelanggan sudah kita nilai istimewa, mana mungkin kita perlakukan lagi
dengan arogan? Iya kan ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar