Prosedur operasional standar/
Standard Operating Procedure
(SOP) digunakan oleh suatu organisasi untuk memberi jejak arsip dan
keseragaman tindakan operasionalnya. Penyusuan SOP berbeda setiap
organisasi. Dalam praktiknya tidak semua SOP yang dibuat dapat
diterapkan dalam kegiatan operasional, bahkan parahnya SOP hanya sekadar
dokumen yang diletakkan di rak atau lemari karena ia tidak dapat
difungsikan sebagaimana mestinya. Oleh karena itulah, perlu cara tepat
menyusun standar operasional prosedur (SOP).
Dua fungsi dasar SOP yang menjadi fungsi esensial bisa digambarkan sebagai berikut:
1. Sebagai rujukan knowledgebase bagi kegiatan operasional yang senantiasa diperbarui
Tindakan-tindakan pekerjaan semisal alur pemasaran dan penjualan,
pengiriman barang dari logistik, hingga pelayanan pelanggan semua akan
tertata dengan rapi (terstruktur) dengan merujuk pada
knowledgebase (baca:
SOP) ini. SOP disarankan bahkan diharuskan untuk diperbarui apabila
adanya alur kerja yang berubah sehingga harus adanya pembaruan
berdasarkan keputusan auditor “jaminan mutu”.
2. Sebagai arsip pelacakan kegiatan operasional, penilaian, dan perbaikan
SOP akan menjadi bukti otentik
bagi alur pekerjaan yang memerlukan arsip karena SOP biasanya memiliki
formulir kerja semisal berita acara presentasi produk oleh staf
marketing, berita acara kunjungan onsite layanan pelanggan, bukti
pengiriman barang, dll. Dengan adanya audit jaminan mutu berkala secara
internal dan eksternal sebagai penilaian, perbaikan-perbaikan untuk
penyempurnaan harus dilakukan.
SOP tidak dapat dirumuskan dengan
segelintir orang apalagi yang tidak memahami sistem kerja perusahaan.
Setidaknya diperlukan tim khusus yang berkompeten agar SOP yang dibuat
sesuai dengan keadaan sebenar perusahaan. Adapun berikut ini beberapa
cara yang bisa dijadikan acuan:
1. Pembentukan tim khusus SOP
Tim terdiri dari tenaga
kompeten dari setiap bagian/ divisi perusahaan misalnya manajer
pemasaran, manajer support, dll. Jika diperlukan, libatkan konsultan
jaminan mutu untuk mendapat informasi/ masukan yang tepat.
2. Pembagian tugas tim
Tenaga yang telah dibentuk diharuskan memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing untuk memetakan deskripsi kerjanya.
3. Penentuan sasaran penerapan SOP
Sasaran SOP yaitu divisi-divisi di perusahaan yang memang patut atau perlu menggunakan SOP
4. Penentuan waktu dan tempat penerapan SOP
Perkirakan waktu
pelaksanaannya setelah verifikasi/ persetujuan atas SOP yang dibuat
termasuk tempat yang sesuai yaitu divisi masing-masing.
5. Mendokumentasikan jenis kegiatan operasional setiap divisi
Setelah tim memetakan
alur kerja setiap divisi yang dipegangnya, catat apa saja jenis kegiatan
operasional yang selalu dilakukan. Pencatatan ini dalam bentuk perinci
beserta penjelasannya.
6. Menyusun alur kerja, instruksi kerja, dan formulir pendukung
Alur kerja berupa bagan
alur (flow chart) beserta penjelasannya. Instruksi kerja adalah
penjelasan perinci dari alur kerja. Formulir pendukung digunakan sebagai
arsip yang akan menjadi bukti otentik kegiatan operasional.
7. Tukar pendapat/ masukan antarsesama tim
Saling memberi masukan atau tambahan antarsesama tim.
8. Libatkan pelaku pelaksana SOP
Tindakan ini diperlukan agar pelaksana SOP dapat memberikan masukan atas temuan yang kurang.
9. Evaluasi dan perbaikan jika ada Rekonstruksi atau uji coba
Lakukan pengujian SOP setiap divisi untuk mengetahui keefektifannya.
10. Verifikasi dari pihak Quality Management Representative
Setelah uji coba
dinyatakan tidak ada masalah dalam pelaksanaan, manajer QMR perusahaan
berhak memverifikasi dan memberi persetujuan.
11. Umumkan/ sosialisasikan kepada setiap pelaksana SOP
Sosialisasi SOP dapat
dilakukan dengan adanya rapat yang melibatkan semua divisi untuk
memastikan bahwa ketika implementasi memang sudah siap.
12. Pemantauan dan analisis
Dalam
beberapa bulan ke depan hingga setahun, pemantauan berkala harus selalu
dilakukan untuk menilai apakah ada kendala, kriteria yang salah, tidak
efektif, dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar