Pikiran-Pikiran Anak


"Mami, I have Jeclyn's secret." 
Suatu malam, ketika saya sedang bersama Sekar, ia memberitahu saya.

"Yeah...?", balas saya.

"Jeclyn told me, her family hate her," lanjut anak saya.

Haaah...?

Saya cukup kaget mendengar ini.
Jeclyn (maaf, namanya saya samarkan ya) adalah teman Sekar. 
Saya kenal Jeclyn. 
Anak perempuan yang cerdas dan lincah.
Sepengetahuan saya, orang tua Jeclyn yang well-educated sangat sayang dan perhatian pada putrinya tersebut.


"Why..?", tanya saya

"She said, her family shouted at her", jawab anak saya .

Oooooh...

"And you..? 
How about you..?" tanya saya.

"I have lovely family", jawabnya
Syukurlah. Saya menghela nafas lega.

Saya mencoba menjelaskan pada anak saya,
"Sekar, every family have their way to communicate. Some families speak in loud voice. Some not.
You see... Every family is different.
Miss Corry's family different from Miss Jati's family, or from Miss Lia's family."
Saya memberi contoh dengan keluarga guru gurunya disekolah.

Saya tahu persis, bgmn cinta dan perhatian keluarga Jeclyn pada Jeclyn. Oleh karena itu, saya agak kaget ketika Jeclyn bisa memberitahu Sekar bahwa keluarga membencinya.
Bagaimana ini bisa terjadi?

Lalu, saya teringat pada pendapat seorang pakar pendidikan anak - memang penting untuk mencintai anak. Tapi yang lebih penting lagi adalah membuat anak MERASA bahwa ia dicintai.

Bergaul di komunitas para hypnoterapist yang banyak membantu orang orang yang punya masalah dengan emosi, membuat saya akrab dengan istilah konsep 'Lima Bahasa Cinta'. 
Mungkin Jeclyn termasuk anak yang bahasa cintanya adalah KATA KATA pendukung. Dan mungkin juga Jeclyn termasuk anak yang auditorynya dominan.

Pernah memang, 
sekali waktu saya melihat bagaimana Jeclyn berkomunikasi dgn keluarganya. Saya agak kaget, karena mereka saling berbicara dgn suara yang kencang. Memanggil nama anak, tapi lebih mirip suara teriakan atau hardikan.

Mungkin mereka terbiasa dengan cara demikian dari sononya. Dan selama ini fine fine saja.
Namun bahayanya adalah, hal ini akan salah dimengerti oleh anak sebagai teriakan, tanda kemarahan atau kebencian.

Sekar adalah contoh anak auditory dan salah satu bahasa cintanya adalah Kata Kata yang baik.
Moodnya mudah sekali berubah kelam, jika kita membentaknya. Bahkan dengan sedikit nada suara yang berubah, dia sudah merasa dihukum.

Dulu, ketika saya blm mengerti tentang hal ini, saya pernah membentaknya dengan suara kencang, termasuk juga kebiasaan jelek saya membanting barang saat marah, saya lakukan di depannya. Saat itu ia masih berusia sekitar lima tahun. 

Saat ini, saya sedang berusaha mengerem kebiasaan buruk saya itu. Terlebih, awal tahun ini, saya sempat membawa Sekar untuk tes sidik jari. Coach yang menjelaskan hasil tes tersebut mengingatkan saya dan suami, bahwa Sekar termasuk anak yang sensitif terhadap nada suara dan kata kata. 

Semenjak itu, kami jadi lebih berhati hati dalam berbicara padanya. Saya juga mulai jarang berteriak marah dengan suara kencang. 
Karena kalau kami lakukan itu, akan sangat melukai hatinya. 
Membuat ia merasa tidak dicintai, walaupun bukan itu yang kita maksudkan. 
Namun ya.....karena marah, biasanya memang sulit bersuara rendah.

Untuk masalah Jeclyn, saya ingin membantu. 
Jadi saya bilang ke Sekar,
" Well Sekar..., sometimes....... 
Parents are not always smart.
So kids need to tell parents their feeling and emotion, so family can help. 
Because sometime, parents do not know what happen inside your heart 
So,why don't you tell Jeclyn - to tell her family, that she don't like be shouted ?"

Anak bukanlah orang kecil yang bodoh. Mereka punya perasaan ingin dihargai. Kadang, saat keinginannya tdk dipenuhi, mereka akan marah. Dan di lain pihak, orang tua punya presepsi yang berbeda.

Saya dan suami sepakat, anak adalah murni. Mereka pada dasarnya adalah baik. 
Jadi, jika suatu ketika mereka nakal, membantah, membanting pintu, menghentakkan kaki, membentak, mengusir kita saat kita masuk ke kamarnya, dll, maka berarti telah terjadi sesuatu pada si anak. 
Sesuatu yang tidak nyaman dan mengganggunya. Tapi tidak bisa ia ungkapkan dengan verbal seperti layaknya para orang dewasa harapkan.

Oleh karena itu, anak biasanya akan menguapkan perilaku, yang kita cap sebagai bandel, nakal, membangkang, kasar, dll.

Saya bukanlah orang tua yang sempurna. Oleh karena itu, saya berusaha memberikan yang terbaik, setiap detik, untuk anak saya. (Dan kalau saya salah atau melenceng jauh, suami saya adalah satpam yang akan menjewer saya).

Saya dan anak saya punya saat khusus yang namanya 'Girl's Time'. 
Pada saat itu, hanya dia dan saya berdua saja. Tidak ada orang lain, termasuk tdk juga papanya.

Kami bisa melakukan Girl's Time dengan berjalan jalan sore 10-15 menit di kompleks rumah, atau belanja buku di Gramedia, atau malam menjelang tidur saya membacakan buku cerita, atau bermain boneka dengannya.
Papanya tidak boleh ikut serta. 
Karena, namanya saja Girl's time.

Lalu, Sekar juga punya ' Daddy dan Daughter's time'. Nah, kalau itu sih, banyaknya dilakukan di Fun Citynya Giant. 
Ayah dan anak, sama sama bersenang senang di arena bermain. Pada saat itu, saya tidak ikutan.
Saya kurang suka dengan arena games semacam itu. Terlebih suasananya sangat ribut di sana dengan aneka suara yang keluar dari mesin permainan.

Sepulang dari Daddy and Daughter's time, suami saya akan mendapat banyak info tentang perasaan dan hal hal yang dipikirkan Sekar, yang tidak jarang, diluar dugaan kami.

Pada hari hari biasa, dia akan sulit sekali diajak bicara, apalagi jika sedang ngambek.
Tapi pada saat privacy time seperti itu, ia akan lebih mau menceritakan hal hal sensitif.

Kami jadi tahu, siapa saja temannya yang nakal, apakah hari ini ia sedang sedih atau senang, kenapa ia membanting pintu tempo hari, apa perasaannya ketika melihat sapi sapi disembelih di masjid minggu lalu, dll.

Sedangkan saya, di saat Girl's Time, akan berusaha mengisi tangki cinta Sekar dengan kata kata positif. 
Bahwa ia berharga, dan kami sangat mencintai dia.
Kami ingin dia tahu dan merasa, bahwa ia dicintai dan aman bersama kami.

Anak yang merasa dirinya dicintai papa mamanya, akan lebih kuat menghadapi masalah yang ia temui sehari hari.
Ia tidak merasa sendirian.

Ia juga akan lebih terlindung dari ancaman dan pengaruh buruk lingkungan sekitarnya. 
Karena jika ia merasa dicintai, ia akan mau lebih terbuka pada kita selaku orang tua. Dan sebelum segala sesuatu bertambah buruk, kita bisa sdh mengetahuinya dan bisa mencegahnya.

Menjadi orang tua adalah sekolah kehidupan, dimana kita belajar sekaligus praktek pada saat bersamaan. 
Komunikasi dengan anak sangat penting. Walaupun kita orang tuanya, tidak semua hal tentang anak kita tahu. 

Butuh kerja ekstra, supaya anak mau cukup terbuka dengan kita.
Karena hal yang anak kita pikirkan di era digital saat ini, berbeda dengan kita saat kecil di era kotak televisi masih hitam putih.
Informasi yang mereka terima jauh lebih banyak dibandingkan dengan kita puluhan tahun yang lalu.
Ipad, YouTube, dan Google adalah guru mereka. 
Sementara kita dulu, masih bertanya pada ayah ibu, kakek nenek, paman bibi, ibu dan bapak guru di sekolah.

Oleh karena itu, presepsi kita dan anak, bisa jauh berbeda.

Ngak mau kan, anak yang kita sayangi ternyata diam diam menyangka, kalau kita membencinya?

Kita bukan dukun....

Oleh karena itu, 
untuk tahu pikiran dan perasaan anak kita, perlulah kita sediakan waktu dan hati lebih banyak.......

Kids are present of life.
So precious.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar