Secondary Gain (Kenikmatan Sekunder)


Kenapa ada istri yang menderita oleh suaminya, tapi tak mau berpisah dari suaminya itu?

Kenapa ada karyawan yang terus mengeluh atas pekerjaannya, tapi tak juga mencari pekerjaan baru?

Kenapa ribuan orang rela menderita naik kereta listrik yang berjubel-jubel setiap hari?

Kenapa orang rela terus miskin asal bisa kumpul dengan keluarga?

Jawabannya, karena mereka mendapatkan kenikmatan dalam penderitaan itu! .  Kenikmatan jenis ini dinamakan kenikmatan sekunder (secondary gain). Kondisi ini sebenarnya adalah kondisi penuh penderitaan. Jadi, kondisi primernya menderita. Sedang kondisi sekundernya nikmat.

Contoh lain adalah bila anda sakit. Ini kondisi primernya,…menderita. Tapi, anda juga bisa mendapat kenikmatan ketika keluarga dan teman-teman anda menjenguk anda. Mereka memperhatikan anda. Anda dibuat senang karenanya. Ini kondisi sekundernya,…nikmat.

Bila kondisi sekunder yang nikmat ini terasa atau dinilai lebih bernilai, maka kondisi primer yang menderita akan susah sekali untuk hilang. Istri yang menderita karena disakiti suaminya tetap bisa bertahan karena ia mempertahankan kenikmatan sekundernya. Apa itu? Status kalau ia berkeluarga. Karyawan yang mengeluh atas pekerjaannya tetap bertahan karena ia mendapat kenikmatan sekunder : uang dan status tidak pengangguran. Penumpang kereta rela berjubel-jubel karena mendapat kenikmatan sekunder : ongkosnya murah.

Kenapa bisa begitu? ada tiga penyebabnya:
1. Daya adaptasi,
2.  Ketakutan 
3. Keliru menentukan apa yang penting.

Manusia bisa beradaptasi dengan kondisi apapun. Kekuatan ini seperti pedang bermata dua. Bisa berguna atau mencelakakan. Berguna karena membuat manusia bisa bertahan hidup. Mencelakakan karena manusia bisa beradaptasi, bahkan menikmati kondisi buruk yang menimpanya, sehingga tidak keluar-keluar dari kondisi buruk tersebut.




Setelah biasa menikmati kenikmatan sekunder, maka manusia pun akan takut untuk berubah. Takut kalau-kalau ia berubah, ia tidak mendapat kondisi yang lebih baik, tapi justru lebih buruk. Maka mereka hidup dalam kondisi dicengkeram ketakutan.

Keliru menentukan apa yang penting membuat mereka justru mementingkan hal yang tidak penting. Hal-hal merupakan hal-hal yang semu. Maka mereka mempertahankan kenikmatan sekunder itu. Kenikmatan yang sebenarnya semu. Mereka membayar kenikmatan sekunder dengan penderitaan primer. Rugi. Tak sepadan.

Lalu apa yang harus dilakukan? Ada tiga hal pula:
1. Sadari.
2. Tentukan apa yang sebenarnya penting.
3. Ambil resiko.

Sadarilah kondisi kita sekarang. Adakah kenikmatan sekunder yang kita pertahankan? Bila ada, akui itu ada. Jangan disangkal. Jangan cari-cari alasan atau pembenaran. Lalu tentukan apa yang sebenarnya penting untuk kita. Bila kebahagiaan lebih penting dari status menikah, maka pentingkan lah kebahagiaan itu. Lepaskan statusnya. Bisa bekerja optimal dan gaji, mana yang lebih penting? Bila kerja optimal yang lebih penting, lepaskan gaji yang sekarang. Bila sehat lebih penting dari perhatian keluarga dan teman, jadilah sehat. Ini tahap pengambilan keputusan yang sangat penting untuk anda. Buatlah keputusan yang tegas tentang hal ini.

Setelah diputuskan, silakan take action. Bertindak. Berubah. Ambil resiko. Ini kata Pep Guardiolla – Pelatih Barcelona – setelah memenangkan Liga Champion 2009 : “Tak ada yang lebih berbahaya dari tidak mengambil resiko”. Ketika orang terbiasa ambil resiko, ia akan menjadi pribadi yang kuat dan bebas.

KUAT ATAS RESIKO APAPUN.

BEBAS DARI RESIKO APAPUN

( Supardi Lee )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar