
Ya, pertanyaan ini seringkali dilontarkan para direktur setelah
mengobservasi hasil dari training yang diikuti para manajer atau
supervisornya. Menurut para direktur, banyak TRAINING yang ternyata
gagal merubah perilaku / ketrampilan pesertanya. Padahal perusahaan
menghabiskan banyak dana untuk kegiatan training tersebut. Adakah yang
salah ?
Ini dia jawabannya:
Para pelaku bisnis Indonesia, sebaiknya anda tahu bahwa sejatinya ada 4 level outcome dari Training (berbasis Kirkpatrick Model), yakni:
Level 1 – Reaction – dimana peserta merasa PUAS mengikuti training
- Aktifitas nya meliputi : Training + Satisfaction Feedback
Level 2 – Learning – dimana peserta diajarkan KNOWLEDGE baru
Level 3 – Behavior – peserta berubah PERILAKUNYA
- Aktifitas nya meliputi: Training + Behaviour Research + Pre Assesment + Post Assesment .
Level 4 – Result – peserta sanggup menghasilkan Tangible Results (reduced cost, improved quality, increased production, efficiency etc)
- Aktifitas nya meliputi: Training + Behaviour Research + Pre Assesment + Post Assesment + Coaching
Nah, ternyata banyak sekali training di Indonesia yang ditutup hanya dengan pengisian feedback:
Apakah peserta PUAS/TIDAK dengan training tersebut. Bayangkan …..materi
training tidak ditanya, tetapi kepuasan peserta yang diprioritaskan.
Karena tujuannya adalah KEPUASAN, maka banyak trainer yang akhirnya
lebih fokus ke permainan/game daripada materinya sendiri. Tujuannya agar
sekedar mendapatkan persepsi “menyenangkan” dari peserta. Disini
terlihat bahwa peserta PUAS namun sebenarnya organisasi tidak
mendapatkan apa-apa… karena training ini berhenti di level 1
Kirkpatrick.
Ada juga training yang melakukan Pre/Post Test. Ini
merupakan suatu kemajuan dibanding sebelumnya. Peserta diminta mengisi
pertanyaan multiple choice, sebelum training diadakan. Lalu diminta
mengisi kembali pertanyaan yang sama ( tetap dalam format multiple
choice), setelah training diadakan. Lalu hasil sebelum dan sesudah
training akan dibandingkan untuk melihat kemajuan KNOWLEDGE peserta.
Akan terlihat kemajuan yang nyata. Apa benar? Adakah yang salah dengan
metoda ini walau sudah memenuhi Level 2 Kirkpatrick? Yang jelas ada
banyak…
Pertama, karena diasumsikan peserta belum pernah mengetahui KNOWLEDGE
ini sebelumnya, maka GAP yang terjadi pasti besar. Bayangkan jika anda
diminta mengisi multiple choice bahasa Rusia sebelum training
dimulai…pasti babak belur hasilnya. Lalu -walaupun hasil POST TEST bagus
– apakah setelah training anda bisa fasih berbahasa Rusia?
Kedua, karena formatnya multiple choice (biasanya hanya 10
pertanyaan, maka hasilnya sebenarnya tidak mencerminkan kondisi
sesungguhnya. Seharusnya formatnya harus dalam bentuk ESSAY TEST, namun
biasanya sang trainier jadi malas memeriksanya karena butuh waktu yang
lama (jika dilaksanakan serius, 1 kertas bisa diperiksa dalam waktu ½
jam. Bayangkan jika ada 30 peserta, akan butuh waktu 15 jam untuk
memeriksanya)
Karenanya,sudah banyak organisasi yang bergerak ke arah PERUBAHAN
BEHAVIOR/SKILLS. Jadi diteliti dulu BEHAVIOR/SKILLS apa yang akan
diubah dalam bentuk 360 DEGREE ASESSMENT, lalu
dibuatkan trainingnya. 1 bulan sebelum training akan diukur
BEHAVIOR/SKILLS peserta, lalu minimal 3 bulan setelah training akan
diukur lagi BEHAVIOR/SKILLS peserta. Apakah ada perubahan? Jenis
training ini mampu memenuhi level 3 Kirkpatrick
Yang paling canggih ya training dengan MINI PROJECT.
Ini dilakukan di Astra dan Triputra. Setelah training, peserta harus
membuat project Cost Reduction atau Revenue Improvement dalam 3 bulan.
Lalu hasilnya dibandingkan dengan investasi training. Inilah yang
disebut sebagai Return On Training Investment (ROTI) dan memenuhi level 4
Kirkpatrick.
Pertanyaan penutup: training level berapakah yang sering digunakan
oleh organisasi anda? Jawabannya akan menentukan apakah training
tersebut bersifat hura-hura belaka atau membuahkan hasil
Daniel Saputro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar